Mengkaji Ulang Makna Kesehatan Mental

Ternyata sekarang sudah 10 Oktober lagi. Hari kesehatan mental dunia. Kalau dipikir, mengapa untuk membahas tentang isu kesehatan mental ini sampai ditentukan tanggalnya, ya? Segala sesuatu saat ini sepertinya perlu momentum, harus ada hari untuk memperingatinya. Seolah tanggal itu menjadi sakral, bahkan biasanya bulan Oktober akan ada kampanye besar-besaran perihal kesehatan mental. Padahal jika mau […]

Mengkaji Ulang Makna Kesehatan Mental

Maukah?

Entah itu pertemuan maupun perpisahan, dalam keduanya, pasti akan selalu terselip makna indah penuh kebaikan. Untuk memberi atau mendapatkan; untuk belajar maupun mengajarkan; untuk direlakan dan mengikhlaskan, yang seluruhnya akan menjadi bagian teramat berharga dalam proses pendewasaan. Apa yang akan dan telah Ia tetapkan, memang selalu tak terduga. Suguhannya berupa-rupa peristiwa yang tak terjangkau oleh […]

Maukah?

TIDAK PERNAH KECEWA DALAM BERDOA

Tiada kenikmatan yang melebihi nikmatnya seorang hamba ketika bermunajat kepada Rabb nya, menangis di atas sajadah, berdoa mengangkat kedua tangannya di tengah malam yang sunyi di saat orang lain sedang terlelap.. Ia teringat akan sebuah hadits.. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam […]

TIDAK PERNAH KECEWA DALAM BERDOA

“Rabb-ku merindukan ku, Rabb-ku begitu menyayangi ku.”

Bagaimana tidak, sakit, payah, susah, bahkan kesulitan yang sedang kau rasa berubah menjadi penggugur dosa. Dosa-dosa yang tak lagi terbilang Allah gugurkan bersamaan dengan hadirnya itu semua. Allah genggam tanganmu, agar senantiasa meminta. Allah tuntun jiwamu untuk senantiasa berdzikir dan berdoa. Ternyata Allah begitu menyayangi mu. Tidak dibiarkan kau larut dalam dosa yang begitu banyak. Tidak ingin kau hanyut dalam kehinaan. Allah selamatkan hatimu, dijernihkan dengan sakit, payah, dan susah yang hanya perlu sebentar kau tahan.

Begitu Allah merindukan mu. Kau mungkin seringkali lalai, lupa terhadap Rabb-mu. Saat senang dihadirkan dalam hidupmu, kau lupa pada Rabb yang telah menjaga mu. Ketika kau sibuk mengejar dunia, kau lupa bahwa ada akhirat yang menjadi tujuan utama. Tapi…. Allah begitu menyayangimu, Allah merindukanmu menghamba dan meminta, meringkuh dan berdoa. Sungguh Allah rindu, pada setiap bait doa yang kau panjatkan, pada setiap pujian yang kau hanturkan, Allah rindu mendengarkannya.

Sungguh Allah tidak akan pernah menyianyiakan kesulitan yang dihadapi oleh hamba-Nya. Sungguh kesulitan tidak datang sendirian, namun datang bersamaan dengan kemudahan dan hikmah setelahnya. Sungguh ikhlas dan sabar adalah kunci untuk mencapai akhir dari kesulitan. Bukan karena Allah benci, tapi karena Allah sangat cinta. Untuk apa hati yang keruh kembali dijernihkan, jika bukan karena cinta dan kasih sayang. Dan selayaknya sebagai hamba, faham bahwa sakit, susah, payah, ataupun kesulitan adalah bentuk cinta Rabbnya

Kita Ini Seperti Pelaut Ya..

Pelaut berlayar mengarungi lautan luas tak ada petunjuk arah, menafsirkan setiap tanda alam yang datang agar bisa segera sampai di tujuan. Mencari tangkapan agar ada hasil untuk dibawa pulang. Namun hasil biasa tak seperti harapan. Belum lagi ombak yang datang, menghempas perahu dan badan.
Sama halnya dengan kita, mengarungi kehidupan. Berlayar jauh menggapai tujuan. Kesuksesan menjadi hal yang sangat diharapkan. Namun hasil biasanya tak sesuai dengan apa yang diharapkan. Belum lagi masalah bagai ombak yang datang menerjang. Menggulung segala harapan menjadi angan.

Selayaknya pelaut yang menghadapi ombaknya masing-masing. Begitu pula kita yang memiliki masalah dan penyelesaian dengan caranya masing-masing.

Memendam Rasa

Tak ada yang salah dari memendam rasa. Apa salah dari sebuah rasa yang tumbuh atas izin Allah. Apa yang salah dari rasa yang disimpan dan dijaga kemurniannya. Sekali-kali tidak, tidak ada yang salah dalam prihal memendam rasa.

Namun, banyak yang tidak sanggup menahannya. Rasa yang begitu kuat dan dorongan yang hebat, membuat kita sering kali kalah dan menyerah untuk menyimpannya. Lalu, memilih untuk menyampaikan rasa. Ada yang menyampaikan dengan cara begitu indah namun berakhir nestapa. Ada yang menyampaikan dengan isyarat namun berakhir tak diterka. Pun, ada yang menyampaikan dengan cara tidak berwibawa.

Rasa yang awalnya adalah keindahan, fitrah yang diberikan Allah akan berubah menjadi noda jika kita salah dalam menjaganya. Terlebih dalam menyampaikannya. Ingin sekali untuk menjaga rasa hingga tiba masa yang tepat untuk menyampaikan, tapi dada kurang lapang dan sabar rasanya kurang. Nafsu seakan bekerja lebih keras menekan akal, mendikte hati agar rasa ini segera disampaikan bukan hanya untuk dipendam. Lalu datang pula hasutan lain menghias hati dengan was-was, mengatakan “Setidaknya rasa perlu disampaikan, ntah dia akan menerima atau tidak.” Dibisikan pula kekhawatiran, “Kalau tidak kau sampaikan, nanti dia diambil orang.”

Namun lagi-lagi, kemurnian rasa itu sangat bergantung pada bagaimana kita memeliharanya. Keindahan rasa itu bergantung pada keindahan dalam penyampainnya. Rasa yang datang dari Allah baiknya juga dikembalikan kepada Allah. Sungguh, adakah yang lebih baik dalam penjagaan selain Allah. Rasa yang diberikan-Nya akan murni ketika kita menjaganya demi Allah dan berharap kepada Allah sebaik-baik penjaga untuk selalu menjaga rasa itu agar tetap berada pada koridornya.

Rasa seutuhnya indah jika kita merapalkannya dalam bait-bait doa. Berubah menjadi bentuk pengharapan yang begitu mulia, karena rasa itu digantungankan pada tali pengharapan Allah, bukan pada manusia.

Memulai dari Nol (Katanya)

Kenapa dulu mikirnya mau nemani dari nol kalo pas dipuncak dia bisa aja meninggalkan?

Jadi, kenapa harus mulai dari nol ketika bisa bersama saat sudah di puncak?

Tidak ada jaminan ketika kita menemaninya dari nol maka dia akan setia dan tidak akan meninggalkan. Tapi ada hal yang perlu diingat bahwa sebelum ingin memulai suatu hubungan maka selesaikan lah semua urusan sampai diri mereasa “Aku sudah cukup sehingga aku siap untuk berbagi.”

Karena ketika segala urusan dibelakang belum diselsaikan, sementara tergesa-gesa untuk berbagi ketika diri sendiri belum merasa cukup. Maka di dalam hubungan itu nanti kita akan merasa selalu haus, mencari kemana-mana, sampai akhirnya ketika tidak ketemu, kita memilih untuk pergi menghilang, meninggalkan. Merasa sudah salah jalan, merasa keputusan yg diambil di awal adalah sebuah kekeliruan. Maka cukupkanlah diri sehingga siap untuk berbagi. Sesama pasangan kita perlu untuk saling mengisi, lantas apa yang bisa dibagi ketika kita tidak berisi.

Menemani dari nol bisa dilakukan ketika kita sudah bersamanya, yakin untuk melangkah menggapai cita-cita bersama. Memulai dari nol bukan berrti memulai semua dengan tidak ada bekal apa-apa. Tapi memulai dari nol berarti memulai ketika diri sudah siap dengan segala persiapan dan perlengkapan untuk memulai perjalan jauh dan lama, seumur hidup.

Mengapa Harus Dimulai Jika Harus Selesai

Kita tahu benar bahwa hubungan yang belum berlandas ikatan pernikahan sangat rentan dengan kata selesai. Kita tahu bahwa ikatan itu hanya berlandas pada keyakinan samar yang berawal dari peraturan hidup yang kita longgarakan, semakin lama aturan yang mengikat itu akan lepas, dan kita merasa bebas. Kita tenggelam dalam kenikmatan yang fana, menyelam dalam ke dasar logika yang sejatinya dikuasai nafsu belaka.
Logika berkata ini jalan hidup ku, dan bersamanya adalah kebahagiaan ku. Hatiku teguh pada pilihanku, bersamanya aku temui belahan jiwaku. Namun lagi lagi kita lupa bahwa sejatinya hati dan logika itu telah tenggelam dalam kesesatan yang nyata. Apa yang tersisa selain kebingungan tak tau arah? , ketika kita telah pergi meninggalkan aturan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.

Di tengah perjalanan salah satu pihak mungkin saja merasa bosan atau yang satunya lagi bisa saja pergi meninggalkan. Semudah itu, meninggalkan suatu hubungan yang ikatannya tidak berlandas. Semudah itu, mengakatan ‘selesai’ pada hal yang awalnya mereka mulai. Mengakatan ‘selesai’ pada komitmen awalnya dibangun berlandaskan rasa cinta dan bahagia, katanya. Tapi lagi-lagi, itu semua hanyalah fana.

Apa yang didapatkan dari hubungan yang tidak berlandas selain hati yang khawatir. Khawatir apakah pasangannya benar serius atau hanya main-main. Khawatir apakah pasangannya akan setia dan tidak akan berpaling. Khawatir apakah hubungannya akan terus berjalan tanpa akhir atau malah berakhir.

Lalu apa yang mau dibangun pada hubungan yang seperti ini. Hubungan yang selalu membawa kekhawatiran dalam dada-dada manusia yang seharusnya bahagia.

Masihkah kau ingin memulai ketika diujung sana kau tau ada kata selesai.

Design a site like this with WordPress.com
Get started